Malam ini dingin. Bahkan di dalam balutan mantel coklat tuamu. Hembusan angin begitu menusuk, membuatku bergidik dan menggigil. Aku tahu kau merasakan dingin yang sama. Tapi itu semua tak menghentikan rentetan gigi rapi nan putih untuk terus muncul dibalik bibirmu. Kau terlihat sangat senang hari ini...dan juga tampan. Cukup tampan untuk sebuah kencan makan malam yang tidak bisa dibilang romantis. Kita hanya menghabiskan malam dengan duduk di genteng gedung teater tua. Menyantap pasta dingin yang aku bawa dari rumah. Dan dua kaleng minuman bersoda yang kau beli di swalayan dekat rumah. Mengobrol ngalor ngidul tentang kehidupan, tentang kita, dan tentang masa depan. Yang mungkin akan kita habiskan bersama, mungkin juga tidak. Lalu kau mengantarku pulang. Menikmati setiap langkah menyusuri jalan setapak. Satu-satunya musik yang meramaikan perjalanan itu hanya derap langkah kita yang seirama. Jemarimu yang dengan perlahan meraih tanganku. Menimbulkan semburat merah di pipiku. Aku tak bisa berhenti menatapmu, dan juga tak bisa berhenti tersenyum. Kita hanya menikmati ketenangan. Dan kita bahagia.
Kudorong perlahan pintu gerbang apartemenku, menaiki anak tangga dengan tertatih. Lalu kau menggenggam tanganku. Tanpa sepatah kata, kau mengecup keningku. Hangat dan membekas. Aku terpejam, menyelami hembusan nafasmu yang berat. Mensyukuri setiap detik yang kulewati bersamamu. Dan ketika kubuka mata, kau menghilang. Berubah jadi debu berwarna keemasan yang kemudian terbang ditiup angin. Aku hanya tersenyum kecil, dan kembali menyusuri tangga. Tak mau berpikir banyak tentang kejadian malam ini. Yang penting aku bahagia.
Hasil dari mendengarkan Berdua Saja dari Payung Teduh terlalu sering, xoxoxox -- Megi
No comments:
Post a Comment