"Kelak kita bangun rumah disitu yah! Dengan ayunan kayu yang menggantung di Pohon Ek besar. Lalu bunga warna-warni yang menyembul di balik pagar putih. Oh iya! Aku juga mau pekarangan belakang yang luas supaya anak-anak bisa berlarian selagi kamu memanggang daging, dan aku melongok dari jendela dapur sambil membuat salad dressing."
Aku ingat bagaimana kamu menunjuk perbukitan yang rindang siang itu. Aku ingat kain kotak-kotak merah putih khas piknik yang menjadi alas duduk kita. Bagaimana kau menyiapkan sandwich tanpa acar yang sangat lezat. Kamu membuang acarnya satu persatu, membersihkan isinya hanya untukku. Lalu kita berlomba menghabiskan eskrim vanilla dengan butiran chocochip ekstra hingga rasa vanillanya hilang. Kamu menuangkan terlalu banyak chocochip, mungkin dua bungkus, atau lebih. Aku tidak ingat itu.
Yang merekat erat di ingatanku hanya suara tawamu. Kamu terlihat sangat bahagia dan bersinar.
"Aku mau pelihara anak anjing juga ya sayang. Kita rawat sampai besar. Sampai tidak bisa kita gendong dan mandikan sendiri."
Lalu aku mengangguk pelan. "Apa saja yang kamu minta, pasti aku berikan", ujarku dalam hati.
Walau kini apa yang aku berikan sudah tidak dapat kau nikmati lagi, aku tak peduli.
Aku terduduk di bawah Pohon Ek favoritmu. Memperhatikan ayunan kayu yang baru saja selesai kubuat. Bunga yang kutanam dari bulan lalu sudah mulai menunjukkan warnanya. Merah, kuning, dan putih. Semuanya segar seperti senyumanmu. Tapi aku belum sempat memasang pagar untuk melindunginya dari tangan jahil.
"Sabar ya sayang. Akan aku buat esok hari. Kamu gak akan pergi kemana-mana kan? Tetap disini ya sampai aku buat rumah impianmu. Aku pasti akan memenuhi setiap janjiku."
Kini yang tersisa hanya batu dingin bertuliskan namamu. Yang menjadi saksi tiap tetes peluh kerja kerasku.
Tapi aku selalu mengingat mimpi-mimpimu, yang sedang aku wujudkan satu persatu.
"Tunggu aku ya, aku akan segera menyusulmu."